je t'aime japon's Blog

April 16, 2011

Yakuza juga Manusia

Filed under: Uncategorized — aimejapon @ 2:00 am

Nama “yakuza” memang sudah terkenal di seluruh dunia.

Terkenal dengan organisasi kejahatannya. Terkenal dengan kekerasannya yang tidak kenal ampun. Terkenal dengan tato-tato mereka di sekujur tubuh. Terkenal dengan cara mereka memotong jari mereka sendiri jika gagal menjalankan tugas.

Tapi, semenjak Jepang terkena musibah gempa dan tsunami, rupanya para yakuza ini sedikit berubah. Mereka sibuk membagi-bagikan makanan, selimut, dan pakaian ke para korban bencana.

yakuza jepang

Tiga kelompok terbesar yakuza telah mengirim puluhan truk dengan beberapa ratus ton barang ke daerah yang terkena dampak paling parah. “Tidak ada yakuza atau katagi (warga biasa) atau gaijin (orang asing) di Jepang saat ini. Kita semua adalah orang Jepang. Kita semua harus saling membantu,” kata salah seorang anggota yakuza.

Namun para yakuza mengatakan bahwa mereka takut sumbangan mereka ditolak oleh warga Jepang jika bantuan mereka terlalu banyak dipublikasikan. “Sekarang, tidak ada yang mau berhubungan dengan kami dan kami tidak suka jika harus melihat sumbangan kami ditolak.”

Ya, warga Jepang pada umumnya memang tidak suka dengan kehadiran para yakuza yang selalu tidak jauh dari keributan, mengganggu yang lemah, dan bertampang mengerikan. Tapi bantuan para yakuza kali ini membuktikan bahwa mereka pun ternyata juga manusia yang peduli dengan sesama… meskipun hanya sementara.

Apalagi boss besar mereka baru keluar dari penjara.

April 10, 2011

Kisah Takako Suzuki

Filed under: Nihon Shakai — aimejapon @ 5:54 am

Tiga minggu telah berlalu sejak gempa dashyat dan tsunami menghancurkan kota-kota di sepanjang pantai timur laut Jepang. Ribuan keluarga telah kehilangan orang-orang yang mereka cintai.

Ini adalah kisah Takako Suzuki. Seorang nenek berusia 67 tahun yang sampai sekarang masih terus mencari putrinya yang hilang di tengah reruntuhan kota pelabuhan kecil yang telah ditempatinya sejak lahir. Dia tidak ingin pergi kemana-mana.

Sang nenek menyalip dibawah selimut futon-nya tak lama setelah matahari terbenam sekitar jam 7:00 malam karena tidak ada yang bisa dilakukan di kegelapan. Sampai saat ini kota Ishinomaki masih belum ada listrik dan air. Keadaannya sunyi senyap dan gelap gulita. Benar-benar seperti kota mati. Hanya cahaya bulan dan bintang yang rela menemani para penduduk hingga tertidur.

Ishinomaki, Jepang

“Aku tidak membaca koran, aku tidak mendengarkan radio. Mereka berbicara tentang hal-hal yang mengerikan,” kata nenek Takako saat ia bersiap untuk tidur di lantai dua rumahnya. “Mengapa saya harus tahu lebih ketika aku sudah cukup melihat diriku sendiri?”

Beruntung rumah sang nenek tidak rubuh saat diterjang tsunami pada 11 Maret lalu. Tunggu dulu… beruntung mungkin bukan kata yang tepat. Nenek Takako sedang berada di kota Sendai saat tsunami datang. Ketika laut sudah surut, dia memaksakan diri untuk berjalan selama kurang lebih tujuh jam melewati puing-puing terapung dan air setinggi lutut.

Sesampainya di rumah, putrinya sudah tidak ada.

“Aku tidak jadi mati hari itu,” kata nenek Takako sambil merenungkan rasa sakit hatinya. Membuang kulkas, TV dan perabotan mahal lainnya bukan apa-apa dibandingkan dengan penderitaan mencari anak perempuannya.

Nenek Takako bangun saat matahari terbit. Dia menyusun futon-nya lalu turun ke bawah untuk membereskan puing-puing kayu dan sampah yang berserakan. Sesekali terdengar suara helikopter melintas di angkasa, sibuk mengangkut mayat-mayat yang baru saja ditemukan.

Lumpur tebal menutupi foto-foto keluarga dan kenang-kenangan lainnya, bau busuk air laut dengan ikan mati dan rumput laut memenuhi udara. Terlihat banyak mobil dan kapal terbalik di jalan raya, di kebun tetangga, atau bahkan terjebak di atap bangunan tiga lantai. Pemandangan yang tidak kita lihat setiap hari bisa dilihat disini.

tsunami jepang

Bagi nenek Takako yang paling penting adalah bukan untuk membersihkan rumahnya, tapi untuk menemukan putrinya yang tahun ini akan berusia 41 tahun. Dia hilang sejak hari pertama bencana.

Setiap kali dia melihat mesin pengeruk tanah bergerak membersihkan puing-puing ke sisi jalan, nenek Takako mengikutinya. “Tolong lakukan dengan pelan. Putri saya mungkin ada di bawah sana,” pintanya kepada operator mesin tersebut.

Memang benar, ternyata ada sebuah mayat yang berhasil digali keluar. Tapi bukan putrinya. Sang nenek kembali berlinang air mata, berharap anaknya bisa ditemukan dengan segera. Tidak tega rasanya membayangkan orang yang kita cintai tertimbun di dalam lumpur secara mengenaskan selama berminggu-minggu.

Orang-orang yang mencari keluarga mereka yang hilang telah mengalami proses yang menyakitkan, dari harapan mereka yang tinggi kemudian dikikis perlahan-lahan, hari demi hari.

Dari yang awalnya berharap bahwa keluarga mereka hanya terluka, bahwa mereka tidak di rumah dan mungkin sudah ada di tempat penampungan, atau sedang dirawat di rumah sakit, sampai mereka membaca daftar nama para korban yang selamat tapi tidak ada nama yang mereka cari.

Lama kelamaan, harapan mereka mulai memudar lalu hilang sama sekali. Mereka mulai berpikir untuk menemukan orang-orang yang mereka cintai berada di salah satu kantong-kantong mayat yang siap dibungkus, dicatat dan diangkut layaknya daging tak bernyawa.

Orang-orang menangis ketika mereka menemukan orang yang telah tinggal serumah dengan mereka selama bertahun-tahun, orang yang baru kemaren tertawa gembira dengan mereka, sekarang tubuhnya terlentang kaku dengan rambut basah kuyup, telanjang penuh luka dan tidak bernapas. Benar-benar menyayat hati jika dilihat.

“Aku lahir dan dibesarkan oleh laut,” kata nenek Takako, “tapi aku tidak ingin melihat laut lagi.”

tsunami jepang

Source: Internet

Blog di WordPress.com.